Pada hari
Ahad, 16 Desember 2012, Allah memberikan saya anugrah untuk mendengar langsung
dari ustazah Nurjannah, yang baru baru saja pulang dari Gaza, tentang
berlimpahnya keteladanan di Gaza. Beliau menyebutnya dengan keteladanan yang
berserakan karena terlalu banyak keteladanan yang belum diketahui oleh umat
Islam di luar Gaza. Keteladanan tersebut wajib diketahui oleh seluruh umat Islam
di dunia, khususnya Indonesia karena kita berada di dalamnya.
Beliau
menggambarkan Palestina dalam tiga area. Pertama, penduduk Gaza yang berjumlah tidak
pernah lebih dari 1,8 juta jiwa dengan luas wilayah satu kota Bogor. Tahun 2008
tiga ribu anak Gaza dibantai dan tiga bulan berikutnya lahir tiga ribu anak
laki-laki di Gaza. Inilah salah satu yang ditakuti oleh Israel. Kedua, berada
di sekitar Al-Aqsho. Mereka adalah penduduk yang sudah tua renta. Mereka
menjaga kondisi Al-Aqsho. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Israel hanya
membolehkan orang-orang tua renta yang berada di sekitar Al-Aqsho. Ketiga,
berada di Tepi Barat dan Mahmud Abbaz berada di dalamnya. Mahmud Abbaz dapat
dikatakan fisik Palestina, tetapi secara batin bukan Palestina.
Keteladanan yang
beliau ceritakan diawali dari sisi ruhiyah penduduk Gaza. Perdana menteri
Ismail Haniya, hafal 30 juz Al-Quran dan punya sanad dengan Rasulullah. Semua
menteri yang didatangi hafal 30 juz Al-Quran; yang mendaftar sebagai brigade
Izuddin Al-Qossam, hafal 30 juz Al-Quran; di markas polisi, rata-rata masuk
jadi polisi hafal 30 juz Al-Quran. Ada seorang ibu yang buta huruf berusia 56
tahun dia mulai menghafal Al-Quran usia 50 tahun dan hafal 30 juz ketika umur
56 tahun. Berarti 6 tahun dia hafal 30 juz. Pada tahun ini akan diwisuda,
khafalan musiman sebanyak 25ribu rakyat Gaza yang hafal 30 juz al-quran selama
2 bulan.
Di situ saja
sudah membuat bayangan pada diri saya bahwa betapa jauhnya kita dengan
al-quran. saya melihat orang-orang yang hafal Al-Quran minimal mereka murojaah
hafalan 1—2 juz perhari. Lalu bagaimana dengan saya yang dilengkapi dengan
kenyang perut saya, tidak dahaga tenggorokan saya. Saya ditemani dengan
kemerdekaan, kenapa saya selalu minta pemakluman kepada Allah untuk tidak lebih
akrab dengan Al-Quran. Dari situlah kita mendapatkan keteladanan itu. Tahapan
pertama kita berjuang membiasakan membaca al-quran adalah menggempur
lemak-lemak dosa besar kita. saya sangat meyakini untuk bisa dekat kepada Allah
kita harus berkorban ngantuk, kita harus berkorban lelah, kita harus capek.
Karena dari situlah rasa kelezatan Al-Quran itu bisa kita rasakan.
Saya keluar
dari penginapan itu jam 8 selalu balik ke rumah jam 4 pagi, tidak terasa karena
begitu banyak keteladanan yang mesti kita ambil, semantara kita dikejar oleh
waktu. Lalu, kita berangkat lagi ke rumah rehabilitasi. Di situ mereka
mempertaruhkan nyawanya untuk menang di perang furqon itu sendiri. Ada yang
matanya sudah buta, biji mata sudah tidak ada. Agar orang tidak takut
melihatnya, dia menggunakan riben. Ada yang kakinya buntung, kedua tangan
tidak ada, banyak sekali yang cacat. Akan tetapi tidak ada kericuhan, tidak ada
kesedihan, wajah-wajah mereka itu begitu tegar.
Sebetulnya
situasi batin saya sudah terseok-seok menyaksikan berbagai macam ketakjuban
yang setiap saat saya temukan. Mulai tambah takjub lagi ketika salah seorang
perwakilan itu mengemukakan dihadapan kita, dia katakan “Syukur Alhamdulillah
insya Allah separuh tubuh kami sudah ada di syurga-Mu ya Allah. Masih ada
separuh tubuh kami yang akan kami pertaruhkan untuk Al-Quds yang kami
pertaruhkan untuk Al-Aqsho, masjid umat Islam seluruh dunia. setelah mata kami,
masih ada separuh tubuh kami yang akan kami pertaruhkan untuk membela masjid
Al-Aqsho dan wakaf tanah umat Islam seluruh dunia.
Saya tidak
membayangkan lagi perasaan batin saya yang terlunta-lunta menyaksikan hantaman
demi hantaman. Saya mempertanyakan diri saya sendiri apa yang sudah ada di
syurga dari diri saya, ibadah sayakah? prestasi saya mendidik anakkah?
kontribusi dakwah sayakah? zakat dan infaq sayakah? belum ada. Sementara saya
memiliki berbagai macam keberkahan yang Allah berikan kepada diri saya sendiri.
Lalu saya
berangkat lagi ke lokasi yang di situ ibu-ibu sedang melakukan mogok makan.
Mogok makan itu sudah mereka lakukan hari ke-14. Di dalam penjara ribuan
anak-anak rakyat Gaza, para penghafal Quran disiksa. Saya tanyakan ada yang
umur 50, ada yang 60, ada yang sampai 85 tahun. Isu yang mereka minta pada saat
itu hanya satu, mereka hanya ingin melihat anaknya, sejam, dua jam saja, yang
sudah dipenjara selama 10 tahun, 20 tahun, 30 tahun, bahkan ada yang divonis
sampai 1500 tahun. “Kami tidak ingin anak kami dibebaskan, karena mereka ingin
mencari syahid di sana. "kami rindu. Sudah 30 tahun tidak bertemu mereka.”
Mereka melakukan itu semua untuk mempertahankan harga diri umat Islam seluruh
dunia.
Setelah itu
kita melakukan orasi, yang mencekam perasaan saya, bagaimana mungkin kita
membiarkan mereka berjuang untuk kita tanpa ada yang tahu deritanya. Ternyata,
orasi kita ini di dengar oleh pemerintah Israel karena memang tidak semua orang
bisa masuk ke Gaza. Kesempatan kita masuk ke Gaza itu menjadi headline. Entah
dari mana ceritanya, foto air mata saya tersebar di mana-mana. Ketika
diwawancarai saya bilang kebiadaban yang pernah saya temukan.
Mereka
bukan minta dibebaskan, mereka sudah divonis 40 tahun, dari umur 14 tahun, dari
umur 10 tahun. Saya sulit membayangkan, bagaimana mereka melalui hari-hari
mereka. Ternyata, sepanjang mereka melakukan demo belum pernah dipenuhi. Baru
kali ini tuntutan mereka dipenuhi karena kita datang. Apa yang saya saksikan
ketika tuntutan itu dipenuhi untuk bertemu anaknya, sejam, dua jam itu? Seperti
lebaran, di mana-mana takbir. Mengajarkan saya bahwa kita kadang-kadang
menyepelekan nilai syukur yang sedikit itu. Kita baru mengatakan terima kasih kepada
seseorang kalau orang memberikan sesuai harapan kita.
Setelah itu
kita berkunjung ke kebun. Karena waktu yang sangat terbatas, kami dibagi
menjadi dua: bapak-bapak ke pohon buah, ibu-ibu ke tanaman sayur. Bagaimana
mungkin tumbuhan di gurun pasir bisa tumbuh? Tanaman yang begitu bagus:
paprika, ketimun, sayur-sayuran di gurun pasir. Jawaban mereka sederhana, “Ini
Allah mulai tumbuh suburkan semenjak kami di blokade.” Jadi sekeliling satu
kota bogor itu ditanami beton-beton tinggi, padahal mereka bertahan untuk
negaranya. Mereka bertahan untuk harga diri umat Islam. Sebetulnya penanaman
beton-beton di sekeliling mereka adalah kebiadaban apalagi menembaki mereka dan
mengirimkan roket kepada mereka. Mereka katakan “Ini Allah tumbuh suburkan
semenjak kami di blokade pada tahun 2006 dan kalian tahu dipupuk oleh apa
tanaman itu tumbuh subur? dengan ribuan darah para syuhada."
Selama lima
hari saya di sana betul-betul batin saya bergejolak, dahsyat luar biasa.
Membuat takjub dan sedih memang. Skenario kita berhasil ke sana membawa badan
saja sudah Alhamdulillah. Bantuan kita tinggal di Mesir karena khawatir
berbagai macam check poin. Tidak ada keluh kesah mereka, tidak ada satu pun
yang meminta materi pada kita. Sebetulnya ada bahasa hati mereka bahwa mereka
sangat membutuhkan bantuan.
Belum lagi
yang namanya brigade izzudin al-qossam. Saya mendatangi mereka jam 3 pagi, para
pejung-pejuang hamas Itu adalah orang yang paling sholeh di antara mereka.
Mereka hafal 30 juz Al-Quran, hafal hadits arbain, tidak pernah meninggalkan
sholat berjamaah, dan hafal hadits-hadits perjuangan al-quds. Jadi saya katakan
bagaimana mungkin tentara Allah tidak bersama mereka saat ketaatan itu mereka
lakukan dengan luar biasa. Pulang dari sana saya betul-betul diajarkan untuk
lebih maksimal memperjuangkan Gaza, untuk lebih maksimal memperbaiki diri dan
keluarga saya.
Ada satu pesan
yang tidak pernah saya lupakan ketika saya mendatangi seorang istri syuhada,
ummu mus’ab. Suami dan anaknya dikubur dalam satu kuburan. Mereka syahid dalam
kondisi berpelukan jadi tinggal cangkrangnya saja. Dia katakan bahwa kebiasaan
orang-orang Palestin setiap ayahnya pergi berdakwah anaknya selalu diajak. Jadi
tanpa disadari tawarist dakwiyah dan jihadiyah itu luar biasa kepada anaknya.
Terdapat
tanda-tanda sebelum anaknya syahid. Pertama, ketika akan ujian, ibunya
mengatakan kamu harus belajar sungguh-sungguh agar kamu cepat dapat ijazah. Kata
anaknya “saya tidak perlu ijazah sekolah bu, saya ingin ijazah usytuyhida,
kesyahidan.” tiga hari sebelum syahid dia katakan, aku bermimpi menikah dengan
ayah. Ternyata dia syahid bersama ayahnya. Pesan ummu mus’ab "bagi kami
syahid itu merupakan cita-cita jadi tidak perlu disedihi dan yang paling
penting cita-cita syahid mulai kalian tanamkan semenjak kalian mendengar". Dari cita-cita syahid itulah kita mempreteli berbagai macam hambatan-hambatan
yang kita tidak dapat memperoleh nilai syahid. Kebersihan pikiran kita,
kebersihan mata kita, kebersihan hati kita, kebersihan aktivitas kita. Jadi
setiap melangkah, kita teringat bahwa kematian itu selalu menyertai kita dan yang
kita ingin adalah sebaik-baik kematian.
Pada saat
serangan israel kemaren air mata saya tidak pernah berhenti. Saya tahu persis
tempat-tempat mana yang mereka ledakkan, tempat-tempat mana yang mereka
hancurkan. Israel itu biadabnya luar biasa melebihi Nazi. Target mereka
yang pertama adalah kediaman perdana mentri Ismail Haniya. Tempat perdana
mentri sudah diratakan, 14 markas polisi diratakan, 30 masjid, 200 rumah
diratakan, 800 rumah compang-camping. Anak-anak serta ibu-ibu yang mereka bidik
kemudian media.
Pada saat
itulah semua bangunan ini akan dikelola dan mereka tidak pernah berhenti untuk
membangun apa yang sudah dihancurkan. Sampai saya bilang mengapa mesti dibangun
sebagus ini. Kata mereka “Apakah kalian tidak baca hadits, apabila sudah ada
tanda-tanda kiamat, di tangan kalian itu ada biji kurma dan kalian masih sempat
untuk menanam, tanamlah. Tugas kami adalah membangun secara profesional, tugas
kami adalah mendidik, membangun masjid, jika dihancurkan akan kami bangun
kembali.”
Kita diberi
anugrah bisa mendatangi keluarga Al-Jabari. Al-Jabari ini adalah wakil dari
Izuddin Al-Qossam. Pejuang-pejuang hamas itu menjadi intaian Israel. Caranya
itu sangat biadab. Orang-orang yang ada di tepi barat menyelusup ke dalam
Gaza melalui tenaga medis, misalnya sedang berobat gigi. Pada saat pembongkaran
gigi pertama karena sedang rusak maka dimasukkan chip ke dalam gigi setelah itu
ditambal sementara, lalu datang lagi seminggu, chip ini dibuka dan ditambal
permanen. Dua hari berikutnya, orang yang menambal gigi sudah dalam tahanan
penjara di sana. Jadi, dalam sehari, dalam lokasi yang dekat, bisa tiga atau
empat kali mobil yang mereka pakai untuk menghilangkan jejak.
Sangat menarik
melihat anak-anak Gaza karena semua, di manapun mengatakan hal yang sama. “Saya
ingin syahid fisabilillah, jadi mujahid dan menjadi brigade Izuddin Al-Qossam
dan saya ingin melawan Israel.” Jadi semangat jihadiyyah itu luar biasa. Sampai
anak Ahmad Jabari yang berumur 9 tahun mengatakan “Nanti aku mau menikah
tapi semua anakku harus menjadi mujahid dan aku akan menikah dengan yang sudah
siap mati syahid.” Bayangkan, anak usia 8 tahun, 7 tahun, 6 tahun, 10 tahun,
semuanya biacaranya sama. nah, inilah yang ditakuti oleh Israel laknatullah.
Anak Al-Jabari
mengatakan Intel itu bisa melalui temanya atau melalui gurunya. Ketika
ditayangkan besar-besaran tentang ayahnya, Ahmad Jabari, dia ditanya, kamu
kenal gak dengan dia, Ahmad Jabari. Tidak, tidak kenal. Padahal, dia dengan
bangganya ingin teriak mengumumkan kegembiraan dan kebanggaan memiliki ayah
yang berani menghadapi Israel. Akan tetapi, rasa gembira itu dia tutupi untuk
menyelamatkan perjalanan dakwah ayahnya, perjalanan keselamatan ibu dan
adik-adiknya, karena jika dia teriak otomatis menunjukkan bahwa dia adalah
bagian dari Al-Jabari. Anak umur 9 tahun sudah diajarkan keberanian yang luar
biasa dan mampu membela.
Saya ingin
mengatakan bahwa tidak ada kata lain, kita wajib membela Palestina.
Ini bukan persoalan sederhana yang menjadi omongan mengapa kita harus mikirin
orang di Gaza, di Indonesia saja banyak yang susah. Bukan itu masalahnya.
Pertama, bumi Palestina adalah bumi Rasulullah menghadap kiblat selama 17
bulan. Kedua, bumi Palestina bumi Isro Miraj. Ketiga tempat dijaminnya pahala.
siapa yang sholat di Masjid Aqsho yang disucikan Allah, di emperannya, di
dalamnya, Allah memberikan ganjaran 500 kali sholat di masjid biasa.
Kondisi
Al-Aqsho terakhir sangat memprihatinkan. Area yang satu kelurahan itu disucikan
oleh Allah sekarang sudah dikotori oleh yahudi laknatullah. Mereka masuk ke
masjidil Aqsho tanpa membuka sepatu, habis mabuk, habis melakukan hubungan
seksual, habis segala macam hal. Mereka tertawa terbahak-bahak di sana. Itu
menjadi tanggung jawab seluruh umat Islam. Tidak boleh satu orang pun dari
mereka menginjak tanah suci itu. Orang-orang Palestin mengatakan “kami bertahan
untuk kalian orang Islam seluruh dunia agar Masjidil Aqsho ini kokoh sampai
akhir zaman.”
Masjidil Aqsho
merupakan harga mati bagi perjuangan yahudi, harus hancur. Mereka
menyosialisasikan kebencian terhadap Al-Aqsho semenjak anak dalam janin. Mereka
membawa anak-anak mereka rihlah ruhiyah, “ini nak tempat ibadah kamu, itu sapi
yang kita tawan untuk jadi tumbal, itu seragamnya, itu batu-batunya yang
jumlahnya jutaan batu-batu di situ.” Hal ini Sekarang sedang berlangsung.
Sampai Raid Shaleh mengatakan jika ada umat Islam sampai ada yang tidak
memahami bahwa seluruh umat Islam wajib membela perjuangan Gaza, itulah hal
terbodoh sebagai umat Islam. Raid Shaleh adalah seorang mujahid yang menyamar
menjadi yahudi selama 20 tahun di Masjidil Aqsho untuk membuka makar yang
sedang mereka lakukan. Tidak ada orang yang bisa masuk masjidil aqsho.
Yusuf Qordowi
memfatwakan seluruh umat Islam di mana pun berada, haram untuk saat ini masuk
masjidil Aqsho karena kalau saat ini masuk Masjidil Aqsho menggunakan stempel Israel. Jangan menyakiti umat Islam yang sedang mati-matian membebaskan
Al-Aqsho. Jadi, kalau kita mau masuk masjidil Aqsho, kita harus berjuang
mati-matian untuk bisa memerdekan Palestina.
Ismail Haniya
mengatakan tanah wakaf umat Islam hanya 12% yang masih berada di genggaman umat
Islam, 82% digenggam Yahudi. Padahal, tidak boleh sebutir tanah wakaf Islam pun
dirampas oleh mereka. kita wajib mengembalikan 82% kembali ke Al-Aqsho. Itulah
yang membuat ruh kita, ruh semangat untuk mengorbankan apa yang kita miliki.
Kita tidak harus mengorbankan materi yang kita tidak punya, kita bisa
memberikan waktu kita untuk menyampaikan berita ini kepada semua umat Islam.
kita dapat menggunakan link yang kita miliki.
Jadi sekali
lagi ruh jihadiyah itu harus tumbuh dalam diri kita walaupun fisik kita tidak
bersama mereka. Seorang anak usia 8 tahun, yang selalu bersama saya selama saya
di Gaza, hobinya adalah nasyid dan semua isi nasyid merupakan lagu-lagu tentang
jihad dan syahid dan dia pun hafal Al-Quran. Saya meminta dia membuat surat
dari anak-anak Palestin. kata-katanya sangat menyentuh k, dia menulis “Wahai
anak-anak Indonesia, hafalkanlah Al-Quran dan hafalkanlah manhaj-manhaj
Al-Quran lalu kamu ke Gaza berjuang bersama-sama kami membebaskan masjid kita,
masjid al-aqsho.
Rasa-rasanya
kalau kita mendengar perjuangan mereka, kita seperti tidak peduli, mana
ukhuwah. Jangankan membantu, mengetahui deritanya saja kita tertutupi tembok
yang begitu tajam karena yahudi laknatullah tidak akan membiarkan berita yang
sebenarnya terjadi sampai ketelinga kita.
Terdapat
hadits yang menyebutkan bahwa ada sekelompok orang, personal orang, yang tidak
akan pernah berhenti berjuang untuk Gaza sampai kebebasan membawa mereka. Jadi,
Palestina sudah pasti akan dimenangkan oleh Allah, yang kita ngeri adalah
kemenangan Palestina itu tanpa bantuan, untaian, doa, atau pengorbanan yang
kita kirimkan untuk sampai ke situ. Maka bisa dikatakan semua umat islam harus
mengejar bagaimana caranya Allah menurunkan rasa cinta pada qolbu kita terhadap
bumi anbiya.
Kalau kita
sudah melakukan kerja keras sampai Allah menurunkan rasa cinta terhadap bumi
Gaza itu suatu anugrah yang sangat besar bagi dia, keluarga dia, dan perjuangan
dia di bumi lain selain di Gaza itu sendiri. Tanyakan ke semua yang pernah ke
Gaza dengan niat yang tulus, bahwa ternyata yang membutuhkan Gaza itu bukan
Gaza, tetapi kita. Sebab dengan kita menolong dan peduli dengan Gaza berarti
menolong kesholehan diri kita, menolong kesholehan anak-anak kita, kesholehan
masyarakat kita, dan menolong hubungan kita dengan Allah. Bagaimana Allah
menolong kita jika kita defisit ruhiyah.
Bukan berarti
kita memikirkan orang di Gaza berarti kita mengabaikan di sini. Tidak.
Filosofinya, dengan kita peduli terhadap Gaza kita akan lebih maksimal
berdakwah dan berkontribusi di Indonesia. Percayalah yang membuat kita jauh
dengan Allah karena kita masih menggantungkan diri terhadap hal-hal yang lain.
Akan tetapi, kalau sudah kepada Allah segalanya akan lancar. Kita menikmati
perjalanan dengan ketentraman dan kita harus mencapai target untuk perjuangan.
Kalau target
kita mengaktifkan ibadah kita untuk membersihkan atau mengeluarkan lemak-lemak
dosa besar, kita harus kerja keras. Membiasakan puasa senin kamis, membiasakan
bangun malam, membiaskan sahari satu juz meningkat dua juz, membiaskan dzikir
dan segala macam hal. Itu bukan perkara mudah, berat. Itulah awalnya untuk
mempreteli lemak-lemak yang harus luntur semua. Baru perjuangan kedua adalah
membuat stabil ruhiyah kita, sampai perjuangan ketiga kita membiasakan diri
bahwa ibadah itu menjadi suatu kelezatan. Jadi kita harus melalui proses yang
tidak mudah memang, tapi kita harus kita lawan sampai Allah bersama kita.
Paling penting
adalah semakin hari dibuka ruang oleh Allah untuk membersihkan, yang cinta gaya
hidup, yang cinta hutang piutang, hutang bukan karena mendesak, tapi menajadi
gaya hidup, harus luntur semua sebab untuk bisa berjuang terhadap Gaza dan bisa
mendapat nilai syahid kita harus mempreteli perjuangan di depan kita sendiri.
Bagaimana mungkin kita memperoleh nilai syahid kalau kita masih ada
habatan-hambatan. Mencintai Al-Quds adalah mencintai kesholehan kita sendiri,
itu ada pada diri kita. Bayangkan saja mereka bisa menjaga kesucian itu dalam
kondisi porak-poranda, kita dalam kondisi yang begitu tentram. Seperti yang
kita ketahui bahwa perjuangan Gaza itu hasil perjuangan dari syeh Ahmad Yasin
dan itu melalui proses yang tidak sebentar dan tidak mudah.