Hujan malam
membawaku pada putaran cinta lalu yang belum sempurna. Tentang aku yang
mencintaimu. Berawal dari cita dalam hidup. Aku tahu kau dan aku bukan manusia
sempurna. Pikirku, dengan kita hitungan
matematika tak lagi berlaku. Karena cita membersamai cinta atau cinta
membersamai cita? Entah mana yang lebih
dulu.
Jejak belum
tertanam, hujan telah menghalau. Walau begitu, aku tak menyalahkan hujan.
Senyum tetap kurekahkan untuk hujan dan jejak yang terhapus.
Kata orang, cinta
tak harus memiliki, kata adikku tak bisa cinta tak memiliki. Aku tak peduli
mana yang benar setelah aku memaksakan kesadaran bahwa mulanya adalah cita.
Cintaku berawal dari
cita. Kata-kata itu kutulis rapi dan
kuletakaan dalam alir darah. Maka setelahnya tak ada sakit yang tak
tersembuhkan.
Hujan malam telah
berhenti berganti bintang pemasok mimpi. Aku tuliskan mimpiku tentangmu dan ku
titipkan pada sinar bintang. Sengaja kuselipkan bunga sebagai penanda. Bulan
cemburu dan berbisik, mengapa tidak padanya kutitipkan. Karena kau begitu
cantik, jawabku penuh pesan. Malam
semakin gulita dan aku terlelap
dengan doa.
Kini sudah pagi.
Sinar mentari menggelitik kulit membuka pori-pori. Menyuntikkan doa-doa yang
terkabul dalam mimpi-mimpi malam. Merpati masuk melalui celah jendela yang
terbuka. Ada cap bintang di paruhnya
............
Tidak ada komentar:
Posting Komentar