Selasa, 01 Mei 2012

Epilog Haji


Saya tertegun dengan buku Haji karangan Dr. Ali Shariati di tangan. Jika ada yang mengenalku pasti mereka berkata, “memang sudah selesai dibaca.” Perkiraannya akan saya benarkan. Saya belum selesai membaca buku tersebut. Saya baru selesai membaca perihal pengarang dan epilog.
Pikiran saya kembali ke masa kemarin dulu. Teringat pertanyaan adik bapakku tentang perkataan bapakku. Adik bapakku begitu heran dengannya yang terkesan tidak begitu mendukung keinginan adiknya untuk pergi haji. Ketika itu saya hanya diam. Saya tidak bisa menjawab apa pun karena saya pun tidak paham apa yang dipikirkan bapakku. Lagi-lagi begitu, saya tidak paham jalan pikirannya. Tapi saya yakin, suatu saat nanti saya akan paham. Bukankah memang selalu bagitu, setelah memahami saya akan bersyukur memiliki bapak sepertimu.
EPILOG
SEBUAH SYAIR DARI NASER KHOSROW
Dengan membawa kemuliaan jamaah haji telah kembali.
Mereka bersyukur kepada Allah Yang Pengasih.

Di dalam perjalanan dari Arafat menuju Mekkah.
Dengan takzim mereka mengulangi ucapan “Labbaika.

Ketika menghadap kekerasan Padang Pasir Hijaz,
Mereka bersukaria karena telah selamat dari siksa dan api.

Mereka telah menunaikan haji dan telah menyelesaikan umroh.
Kini, dalam keadaan selamat mereka kembali ke tanah air.

Aku menyempatkan diri untuk menyambut kepulangan mereka,
Walau biasanya orang-orang yang seperti aku ini tidak berbuat demikian.

Tetapi salah seorang di antara para jamaah itu,
Adalah sahabatku sejati.

Kepadanya aku bertanya bagaimanakah ia telah menempuh
Perjalanan yang sulit dan menakutkan itu.

Kepadanya kukabarkan, sejak kepergiannya meninggalkan aku sendiri,
Yang kurasakan adalah sesal dan duka cita semata-mata.

Tetapi kini aku gembira karena engkau telah menunaikan ibadah haji,
Dan karena engkaulah satu-satunya haji di negeri kita ini.

Ceritakanlah kepadaku: Bagaimanakah engkau telah menunaikan haji?
Bagaimanakah engkau telah memuliakan Tanah Suci?

Setelah melepas pakaian dan hendak mengenakan ihram,
Di saat-saat hati menggelora itu apakah “niat”-mu?

Telah engkau tinggalkan setiap sesuatu yang harus engkau tinggalkan?
Telah engkau tinggalkan setiap sesuatu yang lebih hina daripada Allah Yang Maha Besar?

Tetapi jawabannya: Tidak!

Kepadanya aku bertanya:
Apakah ia telah menyerukan “Labbaika” dengan pengetahuan yang sempurna dan dengan penuh takzim?
Apakah ia telang mendengar seruan Allah?
Atau, apakah ia telah patuh dengan kepatuhan Ibrahim?

Tetapi jawabannya: Tidak!

Kepadanya aku bertanya:
Ketika berada di Arafat,
Ketika sedemikian hampir kepada Allah Yang Maha Besar,
Sempatkah ia berkenalan dengan Dia?
Tidakkah ia berhas

Sempatkah ia berkenalan dengan Dia?
Tidakkah ia berhasrat untuk mempelajari sedikit pengetahuan?

Tetapi jawabannya: Tidak!

Kepadanya aku bertanya:
Ketika masuk ke dalam Ka’bah seperti yang telah dilakukan oleh keluarga “Kahf dan Raquim,
Tidakkah dibuangnya sikap mementingkan diri sendiri?
Tidakkah ia takut kepada hukum akhirat nanti?

Tetapi jawabannya: Tidak!

Kepadanya aku bertanya:
Ketika menembak berhala-berhala,
Tidakkah ia memandang berhala-berhala itu sebagai syetan?
Dan setelah itu tidakkah ia menghindari kejahatan?

Tetapi jawabannya: Tidak!

Kepadanya aku bertanya:
Ketika berkorban,
Untuk makanan orang-orang yang lapar dan anak-anak yatim,
Bukan Allah-kah yang pertama sekali dipikirkannya?
Dan, setelah itu tidakkah ia membunuh ketamakan di dalam dirinya?

Tetapi jawabannya: Tidak!

Kepadanya aku bertanya:
Ketika berdiri di Maqam Ibrahim,
Apakah ia bersandar kepada Allah semata-mata
Dengan hati yang tulus dan keyakinan yang teguh?

Tetapi jawabannya: Tidak!

Kepadanya aku bertanya:
Ketika melakukan thawaf mengelilingi Ka’bah,
Tidak ingatkah ia bahwa semua malaikat senantiasa thawaf mengelilingi bumi?

Tetapi jawabannya: Tidak!

Kepada aku bertanya:
Ketika malakukan Sa’y,
Ketika berlari-lari di antara Shafa dan Marwa,
Tidakkah ia menjadi suci dan bersih?

Tetapi jawabannya: Tidak!

Kepadanya aku bertanya:
Kini, setelah kembali ke Makkah,
 Dan rindu kepada Ka’bah,
Tidakkah akunya terkubur di sana?
Tidakkah ia berhasrat untuk pergi lagi?

Tetapi jawabannya: Tidak!

“semua yang engkau pertanyakan ini
Tidak satu pun yang kumengerti!”

Maka kepadanya aku berkata:
Wahai sahabatku! sesungguhnya engkau belum menunaikan ibadah haji!
Sesungguhnya engkau belum taat kepada Allah!

Memang engkau telah pergi ke Makkah untuk mengunjungi Ka’bah!
Memang engkau telah menghamburkan uang untuk membali kekerasan padang pasir!

Jika engkau berniat hendak melakukan ibadah haji sekali lagi,
Berbuatlah seperti yeng telah kuujarkan ini!

                Epilog itu saja telah menjawab keheranan saya dengan tindakmu. Akhirnya benar saja, walau entah kapan, ujungnya saya mendapatkan kepahaman dengan lakumu. Tapi saya tahu tak mudah untukmu menyampaikan apa yang kau pikirkan, peluang kesalahpahaman bisa muncul karenanya. Kini aku tahu, jawaban apa yang bisa aku berikan kepada adikmu. Sepertimu, aku akan memberikan buku ini kepadanya. Buku milikmu tertanggal 28484,buku yang lebih tua dariku. Sepertiku, adikmu pun akan tahu tindakanmu selalu punya alasan kebaikan. Alasan yang selalu  saya temukan tidak dari lisanmu. Alasan yang saya temukan dari ilmu-ilmu baru yang saya dapat dari berbagai bukumu. Bukumu adalah pikiranmu.
Inginku, harapku, dan doaku, kita haji bersama dengan pemahaman yang sama. Tentu saja dengan istri tercintamu, bundaku, dan mungkin dengan suami tercintaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar